INDIP. Dalam upaya membangun jembatan antar umat agama, Lembaga Perdamaian Indonesia (The Indonesian Institute of Peace – INDIP) bekerjasama dengan Universitas Nusantara dan STT Transformasi Indonesia memprakarsai diskusi keragaman dengan tema Puasa Dalam Persepsi Kristen dan Islam yang diadakan pada hari rabu sore (29/5/2019). Dialog yang dihadiri mahasiswa, dosen dan tokoh-tokoh agama ini berlangsung sederhana namun penuh rasa kekeluargaan.



Diskusi keragaman ini dibuka oleh ketua panitia Ristovella Alexandrina Kere, M.M., M.Pd. dan dipandu oleh moderator Herschel Najoan. Diskusi ini menghadirkan beberapa tokoh agama dan akademisi sebagai narasumber, di antaranya Nasuhan Muharram, MA.Min, Dr.Dedy Baramuli, M.Pd., M.Si., David Kuwissy, M.A., M.Ag., A.I.S., Lumantow, M.Mis., M.Th.. Hadir pula pada acara ini pdt. Danny Turangan, M.Th., M.Pd., dan tamu undangan lainnya.

Menurut Herschel Najoan yang juga sebagai panitia, kegiatan ini seharusnya juga menghadirkan utusan dari IAIN Manado, GP Ansor Minahasa Utara dan pengurus Masjid Jami Diponegoro Airmadidi, namun ketiganya berhalangan. Diharapkan pada pertemuan-pertemuan mendatang akan lebih banyak lagi perwakilan dari institusi pendidikan dan keagamaan yang hadir.

Direktur INDIP Nasuhan Muharam mengatakan, kegiatan ini adalah kegiatan-kegiatan pendahuluan dari rangkaian program berkelanjutan untuk membangun jembatan persahabatan dan persaudaraan antar umat beragama. Pada dasarnya kegiatan yang diadakan di Pelita Klabat ini adalah upaya untuk membuka wawasan dan pemahaman dengan melihat dari kacamata yang berbeda.  Umat Kristen dapat memahami pandangan umat Islam mengenai puasa dan begitu pula sebaliknya, dan yang paling penting masing-masing pihak dapat terus mengembangkan toleransi antar umat beragama.

David Kuwissy,dosen STT Transformasi Indonesia mengomentari makna puasa dari sudut pandang Kristiani. Menurut beliau puasa diajarkan dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru. Puasa memberikan dampak dalam keimanan dan emosi. Orang yang berpuasa seharusnya akan memiliki keimanan yang semakin tinggi dan harusnya juga akan semakin bisa mengontrol emosi.

Di bagian lain, Ibnu Kabul mengomentari peran agama bahwa sumber masalah di dunia, ada di dalam agama itu sendiri. Kalau semua ummat beragama berdamai maka akan terwujud kedamaian yang sesungguhnya.